Kamis, 19 April 2012

Kartini Semakin Berani Telanjangi Diri

Paha yang diumbar, belahan dada yang sengaja dipamerkan atau lekukan garis tubuh perempuan kini sudah menjadi pemandangan sehari-hari kita di ruang publik. Jalan raya, pusat perbelanjaan atau tempat-tempat keramaian lainnya sudah ubahnya sebuah catwalk yang menjadi arena adu mode pakaian dan keindahan bentuk tubuh. Tak ada lagi rasa malu ketika lekuk tubuh mereka dikonsumsi oleh publik, justru secara sengaja eksotisme tubuh itu dipamerkan sebagai sebuah kebanggaan.


  Sebuah perubahan etika dalam berpakaian perempuan Indonesia ini tak dipungkiri lagi sebagai efek bebasnya arus informasi. Proses akulturasi dari berbagai budaya yang perlahan menghapus jati diri perempuan Indonesia. Ketika menjadi seorang yang modis adalah suatu tuntutan bagi beberapa kalangan sosialita tertentu. Dan perkembangan mode dunia semua masuk tanpa ada filter lagi. Segala perubahan etika berpakaian seorang perempuan ini juga sudah merasuk sampai tataran yang sangat memprihatinkan. Sudah bukan rahasia lagi bahwa justru dari kalangan remaja calon penerus bangsa inilah yang menjadi pelaku atas perubahan itu. Proses dalam pencarian jati diri para remaja yang banyak dirasuki idealisme barat menyebabkan semua sendi kehidupannya terpengaruh oleh budaya barat, termasuk dalam hal berpakaian. Suatu pelunturan nilai-nilai asli bangsa ini telah berubah menjadi kebanggaan tersendiri bagi kalangan remaja.
            Semua perubahan itu tentu membawa banyak dampak, selain lunturnya nasionalisme salah satu efek yang sangat terasa secara langsung adalah semakin banyak munculnya pelecehan seksual terhadap perempuan. Berdasarkan laporan Kepala Biro Operasional Polda Metro Jaya, menyatakan terjadi sebanyak 40 kasus pemerkosaan pada periode Januari hingga September 2011 di Jakarta. Sebuah fakta yang menyadarkan kita bahwa negeri ini semakin tak aman lagi. Namun kita juga harus jeli dalam menyikapinya, karena penyebab munculnya suatu kejahatan tidak hanya karena niat jahat pelakunya, namun juga hadir karena muncul kesempatan. Dalam hal pelecehan seksual terhadap perempuan ini, tentu cara berpakaian perempuan yang bagi sebagian laki-laki menimbulkan birahi, secara lansung maupun tidak langsung bisa mengundang munculnya pelecehan seksual terhadap perempuan.




Pelindungan terhadap perempuan
            Perempuan dulu sering juga disebut wanita, tapi kini penggunanaan istilah wanita mulai jarang digunakan. Hal ini didasarkan pada pemikiran filosofis dimana kata wanita yang dalam bahasa Jawa diartikan sebagai wani ditata atau dalam bahas Indonesianya berani atau bisa ditata. Secara filosofis penggunaan kata wanita dianggap sebagai perendahan kaum perempuan,karena dalam pemaknaan ini maka wanita itu harus tunduk dan patuh terhadap laki-laki. Sehingga sebagai bagian dalam proses persamaan gender di Indonesia, kini digunakan kata perempuan untuk menyebut sosok-sosok penerus RA Kartini.
            Dalam tataran hukum sendiri, perlindungan bagi wanita muncul dalam beberapa Undang-Undang. Salah satunya dalam produk hukum asli Indonesia jaman Orde Baru, yaitu dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam peraturan hukum ini memuat tentang perlindungan terhadap perempuan dalam sebuah perkawinan, di dalam salah satu pasalnya menyebutkan bahwa seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak boleh memiliki lebih dari satu istri. Hal ini jelas suatu upaya preventif guna menjaga hak-hak seorang perempuan dalam rumah tangga. Dalam produk hukum lain seperti Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Kewarganegaraan, serta Undang-Undang mengenai kekerasan dalam rumah tangga, perlindungan terhadap hak-hak perempuan juga menjadi substansi pelengkap yang diatur dengan jelas.
            Berbagai produk hukum itu tentu ditindaklanjuti dengan hadirnya berbagai lembaga sebagai pengerak aturan. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, tentu menjadi suatu gambaran keseriusan Indonesia dalam melakukan perlindungan terhadap kaum perempuan. Selain memunculkan kementrian tersendiri, Indonesia juga menghadirkan sebuah komisi khusus bagi perempuan. Komisi Nasional Anti Kekerasan trehadap Perempuan merupakan suatu usaha yang secara spesifik melakukan perlindungan terhadap perempuan. Suatu badan yang secara khusus dibentuk oleh Pemerintah Indonesia guna merespon segala kekerasn yang terjadi terhadap perempuan di Indonesia, salah satunya dalam hal pelecehan seksual terhadap perempuan. Komisis ini merupakan suatu lembaga Independen yang berugas dan berwenang untuk, pertama menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan, serta penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Kedua melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta berbagai instrumen internasional yang relevan bagi perlindungan hak-hak asasi perempuan. Ketiga melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan, serta penyebarluasan hasil pemantauan kepada publik dan pengambilan langkah-langkah yang mendorong pertanggungjawaban dan penanganan. Keempat memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif, dan yudikatif, serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan HAM penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan. Dan terakhir mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan  Indonesia, serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan.
Negeri ini telah berupaya untuk melindungi perempuan dalam segala aspek, namun kita juga mengembalikan semuanya ke masing-masing individu perempuan itu. Sejauh mana mereka memanfaatkan perlindungan itu, serta sekali lagi moralitas bangsa ini merupakan aspek yang utama dalam mewujudkan suatu kenyamanan dan perlindunga terhadap perempuan.
Karya ini merupakan tulisan saya dalam pelatihan penulisan opini Lembaga Pendidikan Jurnalistik SOLOPOS