Sabtu, 31 Maret 2012

makanan dan minuman pertamaku

Aku, lahir satu hari menjelang perayaan HUT ABRI. Kala itu bumi pertiwi sedang menanti datangnya fajar pagi, ketika tanggis pertamaku memecah hening dini hari. Entah dari mana mereka mendapatnya selarut itu, yang pasti cairan pertama yang menyentuh tenggorokanku justru berasal dari sebotol air mineral, air mineral yang ditempelkan ke popok baruku lalu tetes demi tetes masuk menembus kering rongga mulutku setelah perjalananku untuk menampakkan diri di bumi.
4,1 itu angka yang ada di alat pengukur berat badanku kala itu, ukuran yang cukup besar dan menimbulkan guratan menggemaskan di seluruh tubuh merahku. Perlahan kudapatkan apa yang menjadi kebutuhanku, air susu ibuku perlahan menjadi obat kegalauanku dalam tak mengerti apa yang kumau. Apa itu lapar? Apa itu ngantuk? Apa itu haus? hanya tanggisanku yang akan menjadikanku tenang setelah mereka memberi kenyamanan yang entah apa itu namanya
Hari ketiga, entah kemana perginya dua malaikat yang mengkreasikan kehadiranku di bumi ini. Yang kulihat hanya sosok berambut mulai putih, dengan pakaian yang pasti berbeda dengan apa yang biasa ibuku kenakan. Aku tak mengerti, rasa itu muncul lagi. Aku menanggis, menunggu mereka memberi apa pun itu yang menjadikanku nyaman. Nampak sosok itu tak mengenali sinyal tanggisku, namun ia berusaha mencari malaikatku, ibuku, tak ketemu. Akhirnya ia mengambil sebuah benda panjang kuning. perlahan ia lepas baju-baju yang melekat pada benda itu. lalu dengan sendok besi ia menyisir benda itu hingga muncul lapisan lembut di sudut sendok besi dan mendekatkannya ke mulutku. Suapan pertama dalam hidupku

air mineral menjadi minuman pertama dalam hidupku

dan pisang adalah makanan pertamaku

Kampus Sebagai Cerminan Kehidupan Bangsa

-->
Kampus merupakan sebuah wilayah khusus yang sangat lekat dengan idealisme dari para mahasiswa penghuninya. Sebagai salah satu titik pijakan pembentukan karakter seorang mahasiswa, kampus berperan sangat besar membentuk karakter para calon pemimpin bangsa ini. Mahasiswa yang hidup dan mempunyai kebebasan untuk beridealisme, akan dengan sangat bebas memilih idealisme yang sesuai dengan jiwa dan pemikiran mereka. Di dalam kampus inilah mahasiswa akan menemukan banyak pilihan idealisme.
            Melihat pentingnya peran kampus dalam pembentukan karakter seorang mahasiswa yang notabene adalah seorang calon pemimpin bangsa, maka sudah selayaknya ada sebuah pengawasan dalam pemberian kebebasan beridealisme di dalam kampus. Pengawasan tersebut dapat dilakukan mulai dari para pemimpin di tingkat nasional, maupun para birokrat yang ada di kampus sendiri. Selain pengawasan dan pembatasan dalam bentuk peraturan, para birokrat kampus sudah selayaknya melihat secara berkala setiap fenomena dan peristiwa di dalam kampus.
Idealisme yang tergambarkan di pandangan saya dalam bentuk suatu organisasi kampus, memiliki berbagai karakter tersendiri. Berbagai kemasan ditawarkan dari idealisme-idealisme tersebut. Kemasan agama adalah salah satu kemasan yang sering ditampilkan, dan merupakan hal yang paling efektif dalam penanaman suatu idealisme dengan mengedepankan kemasan keagamaan..
            Selain kemasan keagamaan yang sebagian hanya membungkus suatu cara berpikir yang tidak sedalam sebuah idealisme keagamaan, kini muncul pula beberapa isu bahwa para politikus negara yang tergabung dalam partai politik mulai mencium peluang memasukkan idealisme mereka ke dalam pemikiran penghuni kampus. Mahasiswa mulai dimasuki cara berpikir politik negara yang perlahan juga diterapkan daam kehidupan politik kampus. Mereka perlahan membawa kepentingan politik mereka ke dalam dunia kampus, yang menimbulkan suatu persaingan politik di dalam kampus.
            Sebuah persaingan sebenarnya suatu sarana yang akan saling meningkatkan kinerja ketika dilakukan sesuai peraturan. Namun dalam sebuah perjalanan yang saya lihat selama ini di kampus, persaingan yang ada sudah mengarah pada bentuk politik kampus. Politik kampus disini saya artikan sebagai usaha untuk menguasai kekuasaan mahasiswa di dalam kampus. Dan ketika politik negara yang kini dalam kondisi yang kurang sehat, ikut terbawa ke dalam politik kampus, maka muncul suatu persaingan politik yang kurang sehat di dalam kampus. Memang tak seekstrim bobroknya politik negara yang sudah dicemari politik uang, tapi politik kampuspun perlahan telah pandai memanfaatkan celah dari setiap peraturan yang ada di kampus untuk kepentingan organisasi ataupun kelompoknyanya.
            Ketika di dalam kampus mahasiswa telah terbiasa berpikir secara politis dan membawa kepentingan golongan ke dalam kepentingan yang lebih luas, maka seperti itulah gambaran kehidupan bangsa ini. Tak ubahnya kehidupan bangsa ini yang semakin tidak karuan dengan begitu banyaknya masalah sosial, politik dan hukum, di kemudian hari kampuspun akan semakin mencerminkan kehidupan bangsa ini, dengan segala masalahnya.
Bangkitlah Indonesia!!! Bangkitlah Mahasiswa!!!
karyaku dalam Majalah LPM NOVUM FH UNS edisi 2012

Masih Efektifkah

-->
Demonstrasi atau biasa disebut sebagai aksi oleh sebagian mahasiswa, menurut saya adalah suatu tindakan berkelompok untuk menyalurkan aspirasinya secara langsung, hal ini seringkali berkaitan erat dengan kebijakan pemerintah. Namun kini demonstrasi saya rasa kadang mulai berubah menjadi  sarana saling menjatuhkan dalam persaingan politik, hal itu ditandai dengan fakta adanya demonstran bayaran. Dalam melakukan demonstrasi banyak cara yang  bisa dilakukan, mulai dari long march, aksi treatikal, sampai beberapa aksi yang mulai menjurus ke arah kekerasan.
            Pada masa reformasi  demonstrasi sangat identik dengan kaum mahasiswa.  Pada masa itu suatu tindakan yang sangat berani untuk bisa menyampaikan pendapat dan kritikan terhadap pemerintahan secara langsung di ruang publik, sehingga demonstrasi mahasiswa saat itu bisa menimbulkan efek yang luas dan nyata. Dengan cara ini pulalah saat itu mahasiswa berhasil merobohkan era Orde Baru.
Saat ini demontrasi sudah menjadi hal biasa terjadi. Semenjak masa reformasi kebebasan menyampaikan pendapat baik secara lisan maupun tulisan telah dijamin oleh konstitusi. Bahkan pada awal reformasi muncul suatu fenomena adanya kebebasan penyampaian pendapat yang tanpa batas, sehingga tidak tepat lagi. Kini perlahan muncul keseimbangan dalam kebebasan menyampaiakan pendapat di Indonesia.
Seiring dengan kebebasan menyampaikan pendapat ini, kini demonstrasi  tak lagi menjadi monopoli kaum mahasiswa namun buruh, guru dan golongan-golongan lain biasa melakukan hal yang sama. Dan dari sinilah mulai muncul stigma baru mengenai demonstrasi yang bukan lagi suatu tindakan heroik dalam perjuangan suara rakyat, namun lebih ke suatu tindakan masa yang mulai menjurus pada kerusuhan dan sebagian perlahan menjadi gangguan ketertiban masyarakat.  Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai adanya menejemen aksi dan tingkat intelektualitas pelaku demonstrasi yang berujung pada pertanyaan besar mengenai efektifitas dari demonatrasi itu. Kini akan kita lihat sejauh mana efektifitas demonstrasi baik oleh kaum mahasiswa baik bersama ataupun oleh golongan-golongan masyarakat lain dalam menentang rencana kenaikan BBM.
tulisan pertamaku yang dimuat di media masa ( harian JogloSemar 29-03-2012 rubrik akademia-persepsi)