Saya, Muhammad Abdul Aziz, mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang berpawakan gempal.
Masuk sebagai bagian dari civitas akademica pada angkatan 2009, sempat aktif
dan masih menjadi anggota LPM NOVUM FH UNS dan KSP PRINCIPIUM. Dalam tulisan
ini ingin mengutarakan sedikit catatan yang menurut saya unik selama menjadi
Maha Siswa.
KRS
Sejak memasuki semester dua dan
sampai semester terakhir saya menjadi mahasiswa, masa input KRS selalu menjadi
masa krusial penentu pembelajaran satu semesternya. Bukan hanya tentang pilihan
dosen yang sangat berpengaruh terhadap nilai akhir dan berat tidaknya proses
perkuliahan yang harus dijalani, namun cerita unik selalu hadir saat ritual
input KRS ini. Mulai dari erornya sistem akademik online, pernah saya sendiri
terkejut ketika hari H input KRS password
untuk log in berubah dengan sendiri,
alhasil harus mondar-mandir dan berurusan dengan pihak birokrat kampus
menjadikan rencana studi yang saya susun harus dirombak total semester itu.
Saat memasuki semester akhir dan membutuhkan banyak mata kuliah pilihan guna
memenuhi syarat jumlah sks untuk lulus, fenomena kekurangan mata kuliah pilihan
muncul. Jumlah mahasiswa yang membutuhkan mata kuliah pilihan tidak mampu diakomodir
oleh pihak kampus, karena keterbatasan sumber daya dosennya. Ada pula gosip
yang beredar mengenai perlakuan khusus bagi mereka yang mempunyai hubungan
dengan mereka yang berwenang di fakultas, pernah beredar gambar dimana ada satu
mahasiswa yang dapat input KRS sebelum memasuki waktu input, sebelum servernya dibuka.
UKD
Ujian Kompetensi Dasar seyogyanya
adalah tahapan untuk mengetahui sejauh apa penguasaan materi perkuliahan oleh
mahasiswa. Namun faktanya, banyak ikhtiar yang luar biasa dilakukan kami para
mahasiswa untuk mendapatkan nilai A. Pernah melihat setumpuk potongan kertas
seukuran kartu nama yang disteples dipojokannya? Isinya adalah slide
perkuliahan yang dicetak atau difotokopi perkecil lalu dipotong-potong dengan
rapi supaya mudah menyelipkannya dan membawanya saat ujian. Atau tempat pensil
yang didalamnya menyala handphone
canggih yang menampilkan slide perkuliahan atau artikel di internet hasil browsing. Atau yang paling konvensional
adalah mahasiswa yang selalu sibuk toleh kanan kiri dan berdiskusi saat ujian.
Hal itu saya alami dan lihat dengan mata kepala saya, dilakukan oleh kami yang
notabene adalah generasi yang akan menjadi penegak hukum, pembentuk hukum, dan
pengawas hukum.
UKM
Organisasi kampus, wadah idealisme
mahasiswa, kawah candradimuka para aktivis kampus. Pernah menjadi pengurus salah
satu organisasi kampus membuka pandangan saya tentang organisasi kampus.
Masalah keuangan yang menjadikan kami sangat tergantung dengan pihak kampus,
atau masih rendahnya kesadaran dan semangat mahasiswa untuk aktif berorganisasi
dan melatih soft skill mereka menjadi
hal yang hampir dihadapi semua organisasi internal kampus. Terkait pendanaan
kegiatan organisasi kampus yang didasarkan pada keuangan kampus pula ini, ada
sedikit catatan saya tentang pembelajaran budaya manipulasi. Sistem
pertanggungjawaban keuangan yang ketat dari pihak kampus sering kali
berbenturan dengan kemampuan organisasi internal kampus sendiri. Alhasil pada
beberapa laporan keuangan, manipulasi cap tanda terima, atau sedikit
penyesuaian anggaran dengan penggeluaran sudah menjadi hal wajar. Termasuk mark up proposal kegiatan, tentu dengan
harapan ada uang lebih yang didapat guna memenuhi kebutuhan keuangan untuk
kegiatan lain yang tidak masuk anggaran dari kampus. Para aktivis, para idealis
pun, banyak yang meruntuhkan prinsipnya yang sangat anti korupsi ketika
dibenturkan pada kebutuhan ekonomi.
MAGANG
Sebagai bagian dari mata kuliah
wajib, KMM menjadi rangakaian cerita tersendiri selama perkuliahan sebagai 2
sks terberat bagi saya. KMM yang dibagi menjadi dua, mandiri dan reguler
menuntut setiap mahasiswa yang mengambil KMM pada semester itu mempersiapkannya
dengan baik. Terkhusus bagi mereka yang berencana melakukan magang mandiri,
proses perijinan dan kesepakatan dengan pihak mitra harus dibangun selama
beberapa bulan. Pada saat saya magang dulu muncul sebuah fenomena menarik,
setelah sosialisasi iuran magang bagi mereka yang mengambil magang mandiri,
muncul banyak tanda tanya tentang anggaran, mulai dari transportasi dosen
pembimbing, akomodasi, dan beberapa anggaran lainnya termasuk pengadaan sarana
prasarana magang sendiri. Bagi kami yang memilih untuk magang mandiri memang
dikenakan biaya tambahan untuk kepentingan-kepentingan kerjasama dengan pihak
mitra, transportasi dan akomodasi dosen pembimbing dan supervisor juga. Selama proses magang banyak hal yang tidak sesuai
dengan ekspektasi magang kami sebelumnya, banyak ceritanya, mulai dari yang
kerjaannya yang penting absen tiap hari, ada yang tertunda magangnya karena
musibah kebakaran di kantor pihak mitra, atau yang sempat dialihkan magangnya
karena adanya permasalahan pihak mitra. Namun yang sempat menjadi perbincangan
dan pergunjingan saya dan teman-teman adalah hadirnya “penghuni baru” parkiran
gedung dua setelah selesai magang, banyak opini yang muncul diantara kami,
kecurigaan, prasangka buruk, banyaklah.
JURNAL
Salah satu syarat untuk dapat wisuda
adalah dengan menulis jurnal ilmiah nasional, yang dipublikasikan melalaui
media, baik cetak dan atau media online. Sebuah persyaratan yang belum lama
diberlakukan oleh Dirjen Dikti. Alhasil pihak kampus berusaha memfasilitasi
penerbitan jurnal ini dengan sistem masing-masing bagian di Fakultas Hukum
membuat terbitan untuk jurnal. Hal pertama yang cukup menarik adalah adanya
perbedaan tarif untuk biaya penerbitan di masing-masing bidang, mulai dari
seratus ribu rupiah sampai tiga ratus ribu rupiah. Standar yang mungkin memang
berbeda-beda untuk masing-masing bagian. Beberapa saat lalu juga muncul
kegelisahan ketika jurnal hasil penulisan mahasiswa ini dikomersialkan dan
dijual di salah satu toko buku di Solo. Ketika penulis lain mendapatkan royalti
ketika tulisannya diterbitkan dan diperjualbelikan, bagi sebagian teman kami
yang tulisannya dijual itu, mereka yang membayar biaya cetak, dan entah siapa
yang menikmati hasil penjualan jurnalnya, toh para penulis sudah lulus.
SKRIPSI
Penulisan hukum menjadi puncak dari
perjuangan dan karya seorang Maha Siswa. Pernah terdiskusikan untuk skripsi ini
ada dua pilihan, yang cepat atau yang idealis. Dari pengalaman dan cerita kakak
tingkat telah dipetakan bahwa ada bagian-bagian hukum yang bisa mempercepat
pengerjaan skripsi. Tapi untuk kualitas hasilnya, silahkan dicek sendiri. Telah
diklasifikasikan pula ada bagian tertentu yang terkenal idealis, ketat, dan
menerapkan standar yang tinggi dalam penyusunan penulisan hukum ini. Sebuah
dilema, cepat lulus dan bangga atau bersabar dan benar-benar menjadi pantas
lulus, pantas SH. Setiap teman punya piihan masing-masing, mulai muncul
berbagai argumentasi, dimana pilihan bagian hukum telah mereka sesuaikan dengan
impian karir mereka, mereka perjuangkan, serumit dan sedilematis apapun itu. Adapula
yang memilih yang penting cepat lulus, cepat SH, urusan cari kerja, semua bisa
diatur dan dipikir belakangan, maju tak gentar. Ketika ujian skripsi, ada
cerita tentang ujian yang dihiasi air mata, alkisah sang pembimbing menyatakan
si skripsi belum layak, namun sang Maha Siswa telah bertekad dan harus wajib
lulus mengikuti periode wisuda pertama angkatannya, katanya tangis airmata
mengiringi ujian skripsi hari itu. Adapula cerita tentang ujian yang
dikejarkan, katanya hari-hari itu sudah memasuki batas akhir masa ujian skripsi
untuk mengikuti periode wisuda. Alhasil hari itu mahasiswa yang harus diujikan
jumlahnya berlebih, denger-denger ada sidang skripsi yang terakhir hari itu
terselesaikan setelah matahari tenggelam, luar biasa. Adapula sebuah fenomena
baru, entah atas dasar apa, kesibukan yang berlebih mungkin, pelaksanaan ujian
skripsi dicicil. Ketika Dewan Penguji yang seyogyanya terdiri dari tiga orang
belum dapat hadir semuanya secara bersamaan, bisalah dengan kesepakatan
bersama, dicicil diuji oleh dosen yang sudah hadir terlebih dahulu, selanjutnya
diskors, lanjut dosen lainnya. Bahkan pernah saya saksikan sendiri seorang
teman diujikan oleh tiga orang penguji secara terpisah dan bergiliran. Entah
seperti apa sebenarnya standarnya, tapi di mata saya pudar sudah kesakralan
sebuah sidang ujian skripsi.
Lalu mengapa catatan Doraemon?
Apakan karena bentuk fisik sang penulis? Bukan. Catatan ini adalah hal banyak
diketahui dan disadari oleh banyak pihak di lingkungan kampus, namun butuh
sebuah keajaiban untuk mempublikasikan dan menyebar luaskan pada mereka yang
belom tahu, dan keajaiban itu adalah keajaiban kantong Doraemon. J
SALAM PERSMA!!! HIDUP
MAHASISWA!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar